Senin, 25 Februari 2013

KKP Bantu Program PKN Kabupaten Batu Bara

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus memberikan perhatian terhadap sektor kelautan dan perikanan secara nasional. Sektor ini juga dipandang sebagai tumpuan masa depan yang mampu mendongkrak taraf hidup masyarakat.
Dalam kunjungan kerjanya ke Kabupaten Batu Bara provinsi Sumatera Utara, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo, mengatakan melalui Peraturan Presiden nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan dan Instruksi Presiden nomor 15 Tahun 2011 tentang Perlindungan Nelayan telah didorong program Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN).
Menurutnya program ini secara efektif telah dilaksanakan sejak tahun 2011, dengan pencanangan kawasan PKN berbasis industrialisasi perikanan terpadu.
Dijelaskan, terdapat delapan kegiatan utama didalam program PKN, yakni pembangunan rumah sangat murah bagi nelayan, tersedianya pekerjaan alternatif dan tambahan bagi keluarga nelayan, bantuan langsung masyarakat berupa skema UMK dan KUR.
Program lain yakni, pembangunan SPBU solar, pembangunan cold storage serta angkutan umum murah. Termasuk pembangunan fasilitas sekolah dan puskesmas serta fasilitas Bank Rakyat. Program PKN akan berlangsung bertahap hingga tahun 2014 dengan menyasar rumah tangga miskin nelayan di 816 pelabuhan
perikanan.
"Untuk Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara, program ini dilaksanakan di PPI Desa Lalang, PPI Tanjung Tiram, PPI Perupuk dan PPI Pangkalan Dodek," jelas Sharif dalam siaran pers yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (23/2/2013).
Sharif menjelaskan, untuk mendukung program PKN di Batu Bara, KKP sendiri telah mengalokasikan anggaran untuk kegiatan pembangunan kelautan dan perikanan. Khususnya yang sudah terealisasi antara lain, penyalurann BLM PUMP Perikanan Tangkap sebanyak 26 KUB dengan nilai Rp 2,6 Milyar, pembangunan Kapal >30 GT sebanyak 1 unit dengan nilai Rp 1,5 Milyar serta sarana pemasaran sebanyak 1 paket dengan nilai Rp 50 juta.
Bantuan lain berupa sarana sistem rantai dingin sebanyak 1 paket dengan nilai Rp 50 juta. Bantuan juga berasal dari dana DAK Kabupaten Batu Bara, berupa pengadaan Kapal Motor 5 GT, pengadaan alat penangkapan ikan, pengadaan peralatan pengolahan sederhana, pembangunan pondok jaga, pembangunan tempat tambat labuh serta mesin kapal pengawas.
“Kami berharap seluruh bantuan dan fasilitas tentunya dapat bermanfaat dan memberikan hasil yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Kab. Batu Bara," jelasnya.
Alokasi anggaran tahun 2013 ini, sambung Sharif, KKP akan mengalokasikan anggaran pusat sebesar Rp 2 miliar untuk program BLM PUMP Perikanan Tangkap sebanyak 20 KUB dan BLM PUMP Perikanan Budidaya sebanyak delapan KUB dengan nilai Rp 520 juta.
Disamping itu, bantuan sarana pemasaran sebanyak 1 paket dengan nilai Rp 50 juta, pengadaan mesin pembuat es sebanyak 1 paket dengan nilai Rp 1,27 miliar serta pembuatan bangsal pengolahan sebanyak 1 paket dengan nilai Rp 450 juta.
KKP juga membantu penyelenggaraan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan sebanyak 1 paket dengan nilai Rp 359 juta.
“Sedangkan Anggaran DAK Kabupaten berupa penyediaan sarana percontohan budidaya rumput laut metode long line, kolam percontohan budidaya air tawar, pengadaan peralatan pengolahan sederhana, pembangunan garasi speed
boat pengawas dengan nilai Rp 1,36 miliar," tambahnya.
Sementara itu, Dirjen Perikanan Tangkap KKP, Gelwynn Jusuf, mengatakan KKP akan terus mendorong pengembangan industrialisasi kelautan dan perikanan berbasis komoditas unggulan yang ada di daerah yang semata-mata bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah, daya saing dan produktivitas usaha.
Program akan optimal melalui pengembangan dan modernisasi sistem produksi dan pemasaran yang terintegrasi dari hulu sampai dengan hilir.
Dengan pendekatan industrialisasi diharapkan akan tercipta mata rantai usaha/industri perikanan dan kelautan nasional yang kuat dan kompetitif di tingkat
global.
"Tentunya semua program tersebut memberi dukungan terhadap perluasan penyerapan tenaga kerja (pro job), kontribusi dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional (pro growth), serta turut andil dalam penanggulangan kemiskinan (pro poor)," paparnya.
Dikatakannya, sejalan dengan proses industrialisasi perikanan dan kelautan, mulai tahun ini akan dilaksanakan konsep baru dalam tatanan pembangunan kelautan dan perikanan yakni konsep blue economy.
Konsep ini secara garis besar akan menjadi koridor agar pembangunan yang dilakukan tetap menjadi prinsip-prinsip kelestarian dan keberlanjutan sumber daya (pro environment). Adapun prinsip konsep pembangunan blue economy antara lain efisien dalam menggunakan sumber daya alam, nir-limbah (zero waste), serta menciptakan inklusivitas sosial.

Kamis, 21 Februari 2013

Hentikan Kriminalisasi Nelayan Tradisional.

Penangkapan terhadap 23 nelayan tradisional di Kabupaten Langkat oleh Aparat Kepolisian Resort Langkat salah sasaran.
Awalnya 23, menurut Sekjen Koalisi Rakyat untuk Kemakmuran Perikanan (KIARA) Abdul Halim, nelayan tradisional tersebut bersama 1.000 orang nelayan tradisional asal Perlis, Serapuh, Jaring Halus, Kuala Gebang serta seluruh pesisir Kabupaten Langkat, Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara berinisiatif mengusir kapal penangkap ikan yang menggunakan alat tangkap pukat harimau tarik ganda (double pair trawl).
Penggunaan alat tangkap pukat trawl telah dilarang penggunaannya di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Republik Indonesia dan secara khusus di wilayah perairan Sumatera Utara (WPP NRI 571).
Berdasarkan Pasal 9, Pasal 85 Undang - Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang - Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dinyatakan bahwa "Setiap orang dilarang memiliki, menguasai, membawa atau menggunakan alat penangkapan dan alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia."
Jauh sebelum itu, lanjut Abdul Halim di Jakarta (Kamis (24/1), Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl juga masih berlaku.
Bahkan konflik trawl di Sumatera Utara yang melatari dikeluarkannya Keppres tersebut.
Tajruddin Hasibuan, Presidium KNTI wilayah Sumatera mengatakan, "Bentrok antara nelayan tradisional dengan buruh pukat harimau tarik ganda (double pair trawl) telah menghancurkan 2 (dua) unit perahu nelayan tradisional yang berinisiatif mengusir pemakai alat tangkap yang jelas - jelas dilarang."
"Pertanyaan kami, kenapa nelayan yang melestarikan ekosistem pesisir dan laut tersebut justru ditahan? Mestinya pemilik dan pengguna yang ditindak-tegas, diikuti dengan pemusnahan alat tangkap trawl," tanyanya. Abdul Halim kembali menyatakan bahwa, "Alat tangkap jaring trawl dilarang penggunaannya di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia. Dalam konteks pengamanan laut dari praktik kerusakan, maka kriminalisasi terhadap nelayan tradisional harus dihentikan. Karena merekalah yang seharusnya memperoleh penghargaan. Bukan sebaliknya."

Dilema Penyuluh Perikanan Di Masa Otonomi Daerah


Diakui atau tidak, di masa otonomi daerah sekarang ini, pengelolaan Penyuluh Perikanan (dahulu Penyuluh Pertanian Bidang Perikanan) berstatus PNS di tangan pemerintah daerah masih dilingkupi beragam persoalan.
Mulai minimnya akuntabilitas pada penempatan CPNS pasca rekrutmen, rendahnya kompetensi dan profesionalisme, hingga masalah dianak tirikan. Disisi lain, jaminan kebebasan berserikat atau afiliasi organisasi di tingkat lokal menjadi persoalan tersendiri.
Persoalan akuntabilitas, antara lain tercermin dari masih adanya permasalahan dalam penempatan CPNS sesuai dengan formasi yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI pasca rekrutmen di berbagai daerah.
Alhasil, CPNS formasi Penyuluh Perikanan hasil rekrutment tidak seluruhnya menjadi Calon Penyuluh Perikanan. Hal ini terjadi karena dua hal, yang pertama pihak yang bersangkutan lebih memilih kerja kantoran, sehingga mereka memilih untuk dinas di SKPD kabupaten, sehingga yang bersangkutan pun melakukan upaya-upaya untuk mencapai keinginannya tersebut.
Yang kedua, di sisi lain pihak pemerintah daerah meng-amin-i upaya-upaya ini. Selain itu, beberapa pemda masih menganggap eksisitensi penyuluh perikanan masih kurang diperlukan di mata sebagian kepala daerah. Formasi yang diusulkan oleh pemda ke pemerintah pusat yang seyogyanya merupakan gambaran kebutuhan di daerah, tetapi hanya menjadi “komoditas” saja.
“Kita siapkan 8 ribu penyuluh dengan komposisi 3.188 penyuluh PNS, 1.500 penyuluh PPTK, dan 3.312 penyuluh swadaya. Dengan jumlah tersebut, di masing-masing kabupaten akan ada 20-25 penyuluh,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo sesuai apel siaga penyuluh perikanan tenaga kontrak di Jakarta, kemarin (07/02/2012).
Jika Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan Penyuluh Perikanan berjumlah sekitar 3.188 penyuluh PNS, 1.500 penyuluh PPTK, dan 3.312 penyuluh swadaya, masalah penempatan CPNS pasca rekrutment di daerah ini akan menjadi tantangan besar untuk mencapai cita-cita Bapak Menteri tersebut.
Terkait dengan rendahnya kompetensi dan profesionalisme penyuluh perikanan, hal ini diakibatkan masih kurangnya mendapat Pendidikan dan Pelatihan (Diklat). Hingga saat ini, pendidikan dan pelatihan yang masih digulirkan bagi penyuluh perikanan hanya sebatas diklat dasar jabfung tingkat terampil, diklat dasar jabfung tingkat ahil, dan diklat alih jenjang/ kelompok.
Sedangkan untuk diklat teknis dan diklat manajemen hingga sekarang belum pernah diadakan bagi penyuluh perikanan. Di sisi lain, bagi penyuluh yang mempunyai inisiatif melakukan upaya peningkatan kompetensi dan profesionalisme terkendala oleh jarak yang relatif jauh dengan UPT Kementerian yang tersebar di seluruh Indonesia, hal ini menyebabkan biaya transportasi dan akomodasi yang besar.
Terkait dengan masih terjadi anak tiri, hal ini memang nyata terjadi di beberapa daerah. Penyuluh Perikanan PNS masih dianggap Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) atau masih dianggap sama dengan Penyuluh Pertanian PNS. Hal ini, menyebabkan masih terjadi Penyuluh Perikanan mendapat wilayah kerja/ binaan penyuluhan hanya satu desa.
Hal ini berdasarkan program Kementerian Pertanian memang untuk Penyuluh Pertanian, Satu Desa Satu Penyuluh. Bagaimana seorang penyuluh perikanan bekerja dengan cakupan wilayah satu desa dengan potensi perikanan yang relatif sangat terbatas.
Semua permasalahan yang terjadi, mulai minimnya akuntabilitas pada penempatan CPNS pasca rekrutmen, rendahnya kompetensi dan profesionalisme, hingga masalah dianak tirikan harus mendapat perhatian dan dicarikan win win solution dari pemerintah pusat, melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan, agar cita-cita menjadikan Indonesia Penghasil Perikanan Terbesar Tahun 2015 dapat tercapai.

Selasa, 19 Februari 2013

75 Persen Investasi Perikanan Swiss Berada di Sumut

Nilai investasi Swiss pada bidang perikanan di Indonesia sebesar Rp USD 30 juta. Investasi perikanan oleh PT Aquafarm Nusantara tersebut terdapat di dua provinsi, yakni Jawa Tengah dan Sumatera Utara.

"Nilai investasi Swiss di perikanan senilai USD 30 juta, di Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Namun, dari jumlah itu yang terbesar terdapat di Sumut sebanyak 75 persen, sedangkan di Jawa Tengah hanya 25 persen," ujar Presiden Direktur PT Aquafarm Nusantara, Freek Huskens kepada sejumlah wartawan di Medan, kemarin (21/1/2013).

Ia mengatakan hasil yang di panen perusahaan budidaya ikan Tilapia (Nila) tersebut pertahun sebanyak 25 ribu ton. Hasilnya diekspor ke negara Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa.

"Mengapa juga kita harus ekspor?, karena kami tidak mau bersaing dengan pasar lokal. Kami tidak ingin meganggu usaha warga lainnya di Indonesia," ujar Freek yang terdengar  fasih berbicara dalam bahasa Indonesia.

Sebelumnya, Duta Besar Swiss di Indonesia, HE Heinz Walker-Naderkoorn menyebut kedepan Swiss memikirkan bagaimana menciptakan nilai tambah terhadap hasil perikanan yang diinvestasikan di Indonesia. Diharapkannya nilai tambah tersebut bisa menguntungkan dan dinikmati rakyat Indonesia, khususnya lokasi-lokasi tempat budidaya ikan PT Aquafarm Nusantara.

"Misalnya saja, bagaimana kita bisa tidak mengekspor ikan dalam kondisi mentah. Atau sudah diproses di Indonesia. Ini kan sebuah nilai tambah," ujar Walker dalam media brifing dengan wartawan di Medan.

Senin, 18 Februari 2013

BBPPI Semarang Selidiki Pukat Teri di Belawan


BELAWAN | GLOOBAL BERITA - Guna menyelidiki serta mengetahui secara dekat soal operasional kapal pukat teri yang sebelumnya sempat dituduh sebagai pukat gerandong yang tak ramah lingkungan, akhirnya petugas tim dari Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI) Semarang yakni Suherianto dan Fakruddin akhirnya turun ke kawasan Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) Gabion selama beberapa hari didampingi HNSI Medan serta penggurus Assosiasi Nelayan dan Pengusaha Pukat Teri (ANPATI).

Selain turut langsung ikut ke laut melihat operasional kapal pukat teri secara dekat, Tim dari BBPPI Semarang juga sempat berbincang dengan masyarakat nelayan dan rekan Pers di sekretariat kantor HNSI Kota Medan Jalan Pelabuhan No 6 Belawan.Pada intinya tim yang telah terjun langsung tersebut akan mengkaji alat tangkap pukat teri yang terancam dilarang akibat Permen 02 tahun 2011 tersebut.

Ketua DPC HNSI Kota Medan Zulfachri Siagian, Sabtu (16/02/2013) menyatakan, menyambut baik kehadiran tim petugas dari BPPI Semarang tersebut guna melihat langsung cara kerja operasional kapal pukat teri gandeng dua yang ternyata memang ramah lingkungan dan hasil tangkapannya seletif sebab yang ditangkap hanya ikan teri saja.

Hal senada juga disampaikan Sekjennya Alfian MY ANPATI mengatakan, operasional kapal pukat teri tarik dua jauh beda dengan kapal pukat gerandong yang prakteknya menggunakan pukat yang sampai ke dasar laut hingga rusaknya ekosistem laut.

Sedangkan kapal pukat teri tarik dua merupakan alat tangkap yang selektif khusus menangkap ikan teri saja, karena pukatnya tak sampai ke dasar laut melainkan hanya di tengah dan permukaan dengan menentang arus memakai kantong serta pemberat penyeimbang sesuai kebutuhan agar posisi pukat tak mengapung, sedangkan 2 unit kapal difungsikan sebagai penahan pukat agar pukat tetap mengembang dan tak hanyut terbawa arus  dengan kecepatan kapal rata-rata 0,9 knot, alat ini hanya dapat digunakan sesuai dengan musim, bila musim air pasang besar maka alat tangkap ini tak bisa digunakanoleh nelayan pukat teri. 

Hasil tangkapan pukat teri adalah jenis ikan teri kecil (teri nasi, teri Medan) atau dikenal  teri Pikbud, serta dikategorikan jenis ikan pelagis yang hidup diatas air permukaan, sifatnya menetap mengikuti arus air laut dan sangat rapuh, artinya ikan teri ini akan hancur apabila kecepatan kapal ikan terlalu cepat. Apabila tangkapan bercampurdengan ikan-ikan jenis lainnya dan besar-besar, ikan teri kami akan hancur sehingga kami khusus menangkap ikan teri.

Ikan teri hasil tangkapan kapal Pikbud ini merupakan icon kota Medan sebagai oleh-oleh kebangaan wisatawan lokal dan mancanegara, pendamping Kue Binka Ambon, Syirup marquisa pohon pinang dan lainnya sebagai buah tangan dari kota Medan.

Bahkan kata Alfian, persoalan kapal pukat teri tarik dua ini telah diadakan pertemuan dengan pihak PPSB Gabion, disana seluruh pengusaha dan pemilik kapal pukat teri tarik dua dikumpulkan di aula kantor PPSB Gabion hingga disepakati bahwasannya kapal pukat teri tarik dua bukanlah kapal pukat gerandong, melainkan kapal pukat teri yang ramah lingkungan serta seletif sebab hanya ikan teri saja yang ditangkap.Terang Alfian yang juga selaku Wakil Ketua DPC HNSI Kota Medan.

sumber: http://www.gloobalberita.com/2013/02/bbppi-semarang-selidiki-pukat-teri-di.html