Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan melaksanakan
Evaluasi Sertifikat Hasil Tangkap Ikan (SHTI) yang dilaksanakan di Balai
Pertemuan Nelayan Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan pada tanggal 1
Mei 2013. Acara tersebut dibuka oleh Kepala Tata Usaha Pelabuhan
Perikanan Samudera Belawan Bapak AA. Cholieq Syahid, A.Pi. Peserta
acara tersebut sekitar 25 orang dari Eksportir Perikanan, Unit
Pengolahan Ikan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara,
Stasiun Karantina Ikan Belawan, Stasiun Pengawasan SDKP Belawan dan
Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan.
Menyingkapi permasalahan tersebut diatas dilakukan upaya pemecahan yaitu:
• Menyikapi permasalahan operasional yang dirasakan oleh petugas SHTI dilapangan, yang seringkali menyebabkan keterlabatan dalam penerbitan SHTI, maka telah ditempuh langkah-langkah kebijakan berupa:
• Berkoordinasi dengan petugas Syahbandar di Pelabuhan Perikanan untuk menghimbau kepada Pemilik/Nahkoda kapal agar selain mengisi data Log Book Perikanan (LBP) juga mengisi formulir Lembar Awal ( LA ) sehingga data produksi hasil tangkapan ikan yang didaratkan benar-benar akurat dan tertelusuri ( Traceability )
• Mengajukan penambahan SDM dalam jumlah yang memadai serta memiliki kompetensi dibidang tugas penerbitan SHTI
• Diharapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Perikanan Daerah serta Dinas Perhubungan membuat suatu MOU atau kerja sama untuk mempermudah para nelayan dalam pengurusan izin kapal.
• Melakukan sosialisasi terhadap peraturan yang telah di terbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan kepada para pelaku usaha perikanan,
• Dengan Terbitnya PERMEN No. 3/PERMEN-KP/2013 Tentang Kesyahbandaran di Pelabuhan Perikanan maka untuk mendapatkan SPB, Kapal di atas 20GT harus melampirkan Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan Jenis Lembar Awal (LA). Apabila tidak melampirkan sertifikat jenis Lembar Awal (LA), syahbandar tidak boleh menerbitkan SPB.
Sedangkan
dari Kasubdit Kesyahbandaran Direktorat Pelabuhan Perikanan Bapak
Bagus Oktori Sutrisno, A.Pi, MM dan salah satu stafnnya Dalam Paparannya
Mengatakan Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (SHTI) adalah surat
keterangan yang menyatakan bahwa hasil perikanan yang diekspor bukan
dari kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing.
Berdasarkan Permen KP No. 13/MEN/2012 pasal 10, menyebutkan bahwa persyaratan SHTI-LA adalah: Nakhoda, pemilik kapal, atau yang ditunjuk oleh pemilik kapal untuk mendapatkan SHTI-Lembar Awal, mengajukan permohonan kepada Otoritas Kompeten Lokal dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut: draft SHTI-Lembar Awal; fotokopi Identitas Pemohon; fotokopi Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan Kapal; fotokopi Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI); laporan hasil verifikasi pendaratan ikan; dan SKPI bagi kapal penangkap ikan yang mendaratkan ikan hasil tangkapan pada pelabuhan perikanan atau pelabuhan umum yang tidak ditetapkan sebagai Otoritas Kompeten Lokal.
Otoritas Kompeten Lokal melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan dan kesesuaian persyaratan paling lama 2 (dua) hari sejak permohonan diterima secara lengkap, dengan memperhatikan: hasil pengawasan kapal penangkap ikan; dan daftar kapal pada RFMOs bagi kapal yang beroperasi di laut lepas
Permen KP Nomor 03/Permen-KP/2013 tentang Kesyahbandaran di Pelabuhan Perikanan pada pasal 9 (ayat 4): Syahbandar di Pelabuhan Perikanan setelah menerima pemberitahuan rencana keberangkatan melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen kapal perikanan yang meliputi; Bukti jasa kepelabuhanan; Bukti pembayaran retribusi lelang ikan; Bukti pembayaran Kebersihan Kapal; Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan Kapal dan Lembar awal Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan bagi kapal perikanan berukuran di atas 20 GT.
Berdasarkan Permen KP No. 13/MEN/2012 pasal 14, menyebutkan bahwa persyaratan SHTI-LT adalah: Penanggung
jawab UPI, eksportir atau yang ditunjuk untuk mendapatkan SHTI-Lembar
Turunan, mengajukan permohonan kepada Otoritas Kompeten Lokal dengan
melampirkan persyaratan sebagai berikut: fotokopi SHTI-Lembar Awal;
draft SHTI-Lembar Turunan. fotokopi Identitas Pemohon; bukti pembelian
ikan; packing list invoice dari perusahaan; dan surat jalan pengiriman
barang dari perusahaan.
Pasal 15, menyebutkan bahwa persyaratan SHTI-LTS adalah: Penanggung jawab UPI, eksportir atau yang ditunjuk untuk mendapatkan SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan, mengajukan permohonan kepada Otoritas Kompeten Lokal dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut: draft SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan; fotokopi Identitas Pemohon; bukti pembelian ikan; packing list invoice dari perusahaan; surat jalan pengiriman barang dari perusahaan; laporan hasil verifikasi pendaratan ikan; dan SKPI bagi kapal penangkap ikan yang mendaratkan ikan hasil tangkapan pada pelabuhan perikanan atau pelabuhan umum yang tidak ditetapkan sebagai Otoritas Kompeten Lokal.
Surat Keterangan Pendaratan Ikan dari Otoritas Pelabuhan yang menyatakan bahwa kapal perikanan yang terkait dg ikan yang akan di ekspor ke UE, syaratnya : fotokopi identitas Nakhoda, pemilik kapal, atau yang ditunjuk oleh pemilik kapal; SIPI/surat pendaftaran kapal bagi kapal yang dioperasikan oleh nelayan kecil; Log book penangkapan ikan; dan Surat Persetujuan Berlayar (SPB). SKPI a.l. memuat informasi jenis dan jumlah dan berat ikan yang didaratkan, SKPI di tandatangani oleh Kepala Pelabuhan Perikanan setempat
Menurut Mukhtar, A.Pi, M.Si Kepala Stasiun Pengawasan SDKP Belawan pada paparannya mengatakan Verifikasi Pendaratan Ikan dilakukan pada setiap kapal penangkap ikan yang mengajukan permintaan untuk dilaksanakan verifikasi pendaratan ikan. Verifikasi pendaratan ikan dilakukan oleh Pengawas Perikanan yang ditugaskan oleh Kepala UPT/Satker/Pos Pengawasan SDKP yang membawahinya. Hal-hal yang diverifikasi meliputi: Nama kapal, Nomor dan masa berlaku SIPI, Jenis alat penangkapan ikan, Tanggal dan daerah penangkapan, Pelabuhan pangkalan dan Jenis dan berat ikan
Tata Cara Verifikasi Pendaratan Ikan sebagai berikut
1. Petugas pendataan melakukan koordinasi dengan pihak pelabuhan untuk memeriksa dokumen, mencatat data kapal, alat tangkap yang digunakan, jenis dan jumlah ikan yang didaratkan di pelabuhan
2. Petugas pendataan menuangkan hasil pemeriksaan kapal perikanan dalam form Hasil Pemeriksaan Kapal (HPK)
3. Dalam hal terdapat permintaan verifikasi pendaratan ikan dari nakhoda/pemilik kapal/yang ditunjuk oleh pemilik kapal sebagai syarat pengajuan permohonan penerbitan SHTI, petugas pendataan menuangkan HPK kedatangan ke dalam form Laporan Hasil Verifikasi Pendaratan Ikan
4. Petugas verifikasi menyerahkan form laporan hasil verifikasi pendaratan ikan kepada petugas verifikasi.
. Petugas verifikasi melakukan analisa terhadap :
q Kesesuaian daerah penangkapan dengan izin yang diberikan berdasarkan data hasil pemantauan kapal perikanan Vessel Monitoring System (VMS) yang sudah on line dan/atau jurnal pelayaran kapal;
q Kesesuaian ikan hasil tangkapan dengan jenis alat penangkapan ikan.
5. Dalam hal tidak ada jurnal pelayaran atau VMS on line belum terpasang, pemohon harus membuat pernyataan diatas materai, apabila pernyataan tsb dikemudian hari ternyata tidak benar, maka semua konsekuensi ditanggung oleh pemohon.
6. Petugas Verifikasi menanda-tangani Laporan Verifikasi Hasil Pendaratan Ikan dengan menuangkan hasil analisa dalam kolom catatan.
Berdasarkan Permen 3/PERMEN-KP/2013, pada Pasal 17 : Dalam rangka memastikan penelusuran hasil perikanan yang akan di ekspor ke Uni Eropa, Otoritas Kompeten Lokal dapat melakukan pengecekan asal bahan baku hasil perikanan pada UPI terkait. Pengecekan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan melibatkan Pengawas Perikanan dan petugas yang menangani pengolahan dan pemasaran ikan.
Sumber: MUKHTAR, A.Pi. M.Si Kepala Stasiun PSDKP Belawan
Latar Belakang Kegiatan ini karena dampak kegiatan Illegal Unreported unregulated (IUU) Fishing dirasakan
semakin mempercepat kerusakan lingkungan dan penurunan stock sumberdaya
ikan. Pada beberapa kasus IUU menyebabkan semakin berkurangnya hasil
tangkapan ikan serta kelangkaan beberapa jeis spesies sumberdaya ikan .
Menyadari hal itu, para ahli perikanan dunia maupun negara – negara
anggota FAO mencoba berbagai upaya startegis untuk mengatasi hal
tersebut. Para pihak sepakat bahwa hanya dengan langkah bersama ,
pemberantasan dan pencegahan IUU Fishing memperoleh hasil yang optimal.
Serangkaian pertemuan digagas untuk menyusun format yang bisa disepakati oleh semua pihak dalam pemberantasan IUU Fishing. Akhir tahun 1990-an, forum Internasional mulai mendiskusikan isu-isu mengenai tindakan memerangi IUU Fishing, antara lain pertermuan Komite FAO mengadopsi
International Plan Of Action to Prevent, Detter and Eliminate IUU
Fishing ( IPO-IUU) 2001,FAO Model Scheme 0n Port State Measures to
Combat IUU Fishingtahun 2005, FAO Expert Consultation Tahun 2007, FAO
Technical Consultation to Draft A Legally Binding Instrument on Port
State Measures To Prevent, Detter and Eliminate Illegal, Unreported and
Unregulated Fishing Tahun 2008, dan pertemuan lainnya.
Setelah
melakukan serangkain pertemuan tersebut,salah satu upaya yang dilakukan
adalah:Komisi Eropa menerbitkan Regulasi yang disebut dengan European Council (EC) Regulation No. 1005/2008 tanggal 29 September tahun 2008 tentang Estabilishing
a common system to prevent, deter and eliminate illegal, Unreported and
unregulation fishing, amending Regulation (EEC) No. 2847/93, (EC) No.
1936/2001 and (EC) No. 601/2004 and Repealing Regulation (EC) No.
1093/94 and (EC) 1447/19999 yang secara tegas melarang masuknya produk perikanan yang berasal dari produk IUU Fishing kedalam
wilayah teritorial komunitas Eropa. Untuk itu, semua produk perikanan
yang masuk pasar Uni Eropa dan berasal dari penangkapan ikan harus
disertai dengan sertifikat hasil tangkapan ikan atau yang disebut Catch Certificate.
Pelaksanaan
penerbitan Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan ( Catch Certificate), selain
untuk memerangi IUU Fising juga untuk membantu kelancaran Eksport ke
Uni Eropa.Di Sumatera Utara khusunya kota medan, memiliki Unit Pengolah
Ikan (UPI) yang pangsa pasarnya/eksport banyak ke Uni Eropa. Oleh
karena itu di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan Penerbitan
Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan telah dilaksanakan sejak 1 Januari 2010.
Dalam kurun waktu ± 4 Tahun setelah pelaksanaan SHTI banyak hal-hal
positif yang bisa kita dapat maupun masalah masalah yang terjadi, oleh
karena itu dipandang perlu untuk melakukan evaluasi untuk memberikan
penyegaran dan jalan keluar dari setiap permasalahan yang dihadapi dalam
rangka penerbitan SHTI dimaksud.
Tujuan
Kegiatan Evaluasi SHTI ini dimaksudkan untuk mengevaluasi kegiatan
SHTI yang telah berjalan dari diberlakukannya SHTI 1Januari 2010 sampai
sekarang, diharapkan dengan adanya kegiatan ini dapat meminimalisir atau
mengurangi permasalahan dan kendala yang dihadapi selama pelaksanan
SHTI. Untuk itu kami harapkan para peserta undangan dapat memberi
masukan atau kritik terutama perusahaan/pengusaha yang telah
menggunakkan/ tidak menggunakkan SHTI.
Sasaran
Kegiatan Evaluasi SHTI di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan Tahun
2013 adalah merifresh kegiatan SHTI yang telah dilakukan selama
diberlakukan SHTI, selain itu memberikan Informasi- informasi terbaru
kepada pelaku usaha atau perusahaan yang sudah dan belum menerbitkan
SHTI, diharapkan dengan kegiatan evaluasi ini, dapat memberi pencerahan
kepada para peserta undangan, sehingga terdukungnya upaya nasional dalam
memberantas (menghindari,melawan dan memerangi) kegiatan IUU Fishing,
dan mengoptimalkan kesadaran dan tingkat ketaatan dengan keselamatan
operasional kapal perikanan.
Menurut Bapak AA. Cholieq Syahid, A.Pi. permasalahan penerapan SHTI di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan adalah
• Berdasarkan data tersebut telah memperlihatkan kinerja tingkat operasional penerbitan SHTI yang cukup menggembirakan, akan tetapi juga masih ditemukan adanya beberapa kendala teknis maupun non teknis yang seringkali menjadi faktor penghambat, sehingga proses penerbitan SHTI belum mencapai sasaran optima, diantaranya :
• Masih rendahnya kesadaran Pemilik/Nahkoda kapal untuk mengisi Lembar Awal (LA) pada saat melakukan pebongkaran ikan hasil tangkapannya, dan hanya terbatas kepada pengusaha perikanan yang melakukan ekspor ke Uni Eropa. Hal ini berdampak pada keakurasian dan keterlusuran data produksi perikanan;
• Keterbatasan jumlah SDM dalam melaksanakan tugas monitoring dan pengawasan pembongkaran ikan hasil tangkapan nelayan, sehingga berdampak pada akurasi data yang dilaporkan;
• Sulitnya kepengurusan izin penangkapan di daerah dimana memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit.
• Tidak ada peraturan/regulasi yang mengatur untuk para pengusaha armada penangkapan dalam rangka kewajiban membuat Lembar Awal ( LA ).
• Berdasarkan data tersebut telah memperlihatkan kinerja tingkat operasional penerbitan SHTI yang cukup menggembirakan, akan tetapi juga masih ditemukan adanya beberapa kendala teknis maupun non teknis yang seringkali menjadi faktor penghambat, sehingga proses penerbitan SHTI belum mencapai sasaran optima, diantaranya :
• Masih rendahnya kesadaran Pemilik/Nahkoda kapal untuk mengisi Lembar Awal (LA) pada saat melakukan pebongkaran ikan hasil tangkapannya, dan hanya terbatas kepada pengusaha perikanan yang melakukan ekspor ke Uni Eropa. Hal ini berdampak pada keakurasian dan keterlusuran data produksi perikanan;
• Keterbatasan jumlah SDM dalam melaksanakan tugas monitoring dan pengawasan pembongkaran ikan hasil tangkapan nelayan, sehingga berdampak pada akurasi data yang dilaporkan;
• Sulitnya kepengurusan izin penangkapan di daerah dimana memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit.
• Tidak ada peraturan/regulasi yang mengatur untuk para pengusaha armada penangkapan dalam rangka kewajiban membuat Lembar Awal ( LA ).
Menyingkapi permasalahan tersebut diatas dilakukan upaya pemecahan yaitu:
• Menyikapi permasalahan operasional yang dirasakan oleh petugas SHTI dilapangan, yang seringkali menyebabkan keterlabatan dalam penerbitan SHTI, maka telah ditempuh langkah-langkah kebijakan berupa:
• Berkoordinasi dengan petugas Syahbandar di Pelabuhan Perikanan untuk menghimbau kepada Pemilik/Nahkoda kapal agar selain mengisi data Log Book Perikanan (LBP) juga mengisi formulir Lembar Awal ( LA ) sehingga data produksi hasil tangkapan ikan yang didaratkan benar-benar akurat dan tertelusuri ( Traceability )
• Mengajukan penambahan SDM dalam jumlah yang memadai serta memiliki kompetensi dibidang tugas penerbitan SHTI
• Diharapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Perikanan Daerah serta Dinas Perhubungan membuat suatu MOU atau kerja sama untuk mempermudah para nelayan dalam pengurusan izin kapal.
• Melakukan sosialisasi terhadap peraturan yang telah di terbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan kepada para pelaku usaha perikanan,
• Dengan Terbitnya PERMEN No. 3/PERMEN-KP/2013 Tentang Kesyahbandaran di Pelabuhan Perikanan maka untuk mendapatkan SPB, Kapal di atas 20GT harus melampirkan Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan Jenis Lembar Awal (LA). Apabila tidak melampirkan sertifikat jenis Lembar Awal (LA), syahbandar tidak boleh menerbitkan SPB.
Skema Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan terdiri dari :
1) SHTI-Lembar Awal: Surat keterangan yang memuat informasi hasil tangkapan ikan yang didaratkan dari kapal penangkap ikan untuk tujuan pencatatan
2) SHTI-Lembar Turunan : surat keterangan yang memuat informasi sebagian atau seluruh hasil tangkapan ikan sesuai dengan lembar awal sebagai dokumen yang menyertai hasil perikanan yang dipasarkan ke Uni Eropa
3) SHTI-Lembar Turunan yang disederhanakan: surat keterangan yang memuat informasi seluruh atau sebagian hasil tangkapan ikan yang didaratkan dari kapal penangkap ikan < 20 GT sebagai dokumen yang menyertai hasil perikanan yang dipasarkan ke Uni Eropa
4) SHTI-Impor : surat keterangan yang menyatakan bahwa hasil perikanan yang diekspor ke Uni Eropa menggunakan sebagian atau seluruh bahan baku ikannya berasal dari negara lain yang sudah menotifikasi Catch Certificate ke Uni Eropa
5) Surat Keterangan Pendaratan Ikan : surat dari otoritas pelabuhan yang menyatakan bahwa hasil tangkapan ikan yang didaratkan di PP bukan berasal dari kegiatan IUU Fishing.
1) SHTI-Lembar Awal: Surat keterangan yang memuat informasi hasil tangkapan ikan yang didaratkan dari kapal penangkap ikan untuk tujuan pencatatan
2) SHTI-Lembar Turunan : surat keterangan yang memuat informasi sebagian atau seluruh hasil tangkapan ikan sesuai dengan lembar awal sebagai dokumen yang menyertai hasil perikanan yang dipasarkan ke Uni Eropa
3) SHTI-Lembar Turunan yang disederhanakan: surat keterangan yang memuat informasi seluruh atau sebagian hasil tangkapan ikan yang didaratkan dari kapal penangkap ikan < 20 GT sebagai dokumen yang menyertai hasil perikanan yang dipasarkan ke Uni Eropa
4) SHTI-Impor : surat keterangan yang menyatakan bahwa hasil perikanan yang diekspor ke Uni Eropa menggunakan sebagian atau seluruh bahan baku ikannya berasal dari negara lain yang sudah menotifikasi Catch Certificate ke Uni Eropa
5) Surat Keterangan Pendaratan Ikan : surat dari otoritas pelabuhan yang menyatakan bahwa hasil tangkapan ikan yang didaratkan di PP bukan berasal dari kegiatan IUU Fishing.
Berdasarkan Permen KP No. 13/MEN/2012 pasal 10, menyebutkan bahwa persyaratan SHTI-LA adalah: Nakhoda, pemilik kapal, atau yang ditunjuk oleh pemilik kapal untuk mendapatkan SHTI-Lembar Awal, mengajukan permohonan kepada Otoritas Kompeten Lokal dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut: draft SHTI-Lembar Awal; fotokopi Identitas Pemohon; fotokopi Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan Kapal; fotokopi Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI); laporan hasil verifikasi pendaratan ikan; dan SKPI bagi kapal penangkap ikan yang mendaratkan ikan hasil tangkapan pada pelabuhan perikanan atau pelabuhan umum yang tidak ditetapkan sebagai Otoritas Kompeten Lokal.
Otoritas Kompeten Lokal melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan dan kesesuaian persyaratan paling lama 2 (dua) hari sejak permohonan diterima secara lengkap, dengan memperhatikan: hasil pengawasan kapal penangkap ikan; dan daftar kapal pada RFMOs bagi kapal yang beroperasi di laut lepas
Permen KP Nomor 03/Permen-KP/2013 tentang Kesyahbandaran di Pelabuhan Perikanan pada pasal 9 (ayat 4): Syahbandar di Pelabuhan Perikanan setelah menerima pemberitahuan rencana keberangkatan melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen kapal perikanan yang meliputi; Bukti jasa kepelabuhanan; Bukti pembayaran retribusi lelang ikan; Bukti pembayaran Kebersihan Kapal; Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan Kapal dan Lembar awal Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan bagi kapal perikanan berukuran di atas 20 GT.
Pasal 15, menyebutkan bahwa persyaratan SHTI-LTS adalah: Penanggung jawab UPI, eksportir atau yang ditunjuk untuk mendapatkan SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan, mengajukan permohonan kepada Otoritas Kompeten Lokal dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut: draft SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan; fotokopi Identitas Pemohon; bukti pembelian ikan; packing list invoice dari perusahaan; surat jalan pengiriman barang dari perusahaan; laporan hasil verifikasi pendaratan ikan; dan SKPI bagi kapal penangkap ikan yang mendaratkan ikan hasil tangkapan pada pelabuhan perikanan atau pelabuhan umum yang tidak ditetapkan sebagai Otoritas Kompeten Lokal.
Surat Keterangan Pendaratan Ikan dari Otoritas Pelabuhan yang menyatakan bahwa kapal perikanan yang terkait dg ikan yang akan di ekspor ke UE, syaratnya : fotokopi identitas Nakhoda, pemilik kapal, atau yang ditunjuk oleh pemilik kapal; SIPI/surat pendaftaran kapal bagi kapal yang dioperasikan oleh nelayan kecil; Log book penangkapan ikan; dan Surat Persetujuan Berlayar (SPB). SKPI a.l. memuat informasi jenis dan jumlah dan berat ikan yang didaratkan, SKPI di tandatangani oleh Kepala Pelabuhan Perikanan setempat
Menurut Mukhtar, A.Pi, M.Si Kepala Stasiun Pengawasan SDKP Belawan pada paparannya mengatakan Verifikasi Pendaratan Ikan dilakukan pada setiap kapal penangkap ikan yang mengajukan permintaan untuk dilaksanakan verifikasi pendaratan ikan. Verifikasi pendaratan ikan dilakukan oleh Pengawas Perikanan yang ditugaskan oleh Kepala UPT/Satker/Pos Pengawasan SDKP yang membawahinya. Hal-hal yang diverifikasi meliputi: Nama kapal, Nomor dan masa berlaku SIPI, Jenis alat penangkapan ikan, Tanggal dan daerah penangkapan, Pelabuhan pangkalan dan Jenis dan berat ikan
Tata Cara Verifikasi Pendaratan Ikan sebagai berikut
1. Petugas pendataan melakukan koordinasi dengan pihak pelabuhan untuk memeriksa dokumen, mencatat data kapal, alat tangkap yang digunakan, jenis dan jumlah ikan yang didaratkan di pelabuhan
2. Petugas pendataan menuangkan hasil pemeriksaan kapal perikanan dalam form Hasil Pemeriksaan Kapal (HPK)
3. Dalam hal terdapat permintaan verifikasi pendaratan ikan dari nakhoda/pemilik kapal/yang ditunjuk oleh pemilik kapal sebagai syarat pengajuan permohonan penerbitan SHTI, petugas pendataan menuangkan HPK kedatangan ke dalam form Laporan Hasil Verifikasi Pendaratan Ikan
4. Petugas verifikasi menyerahkan form laporan hasil verifikasi pendaratan ikan kepada petugas verifikasi.
. Petugas verifikasi melakukan analisa terhadap :
q Kesesuaian daerah penangkapan dengan izin yang diberikan berdasarkan data hasil pemantauan kapal perikanan Vessel Monitoring System (VMS) yang sudah on line dan/atau jurnal pelayaran kapal;
q Kesesuaian ikan hasil tangkapan dengan jenis alat penangkapan ikan.
5. Dalam hal tidak ada jurnal pelayaran atau VMS on line belum terpasang, pemohon harus membuat pernyataan diatas materai, apabila pernyataan tsb dikemudian hari ternyata tidak benar, maka semua konsekuensi ditanggung oleh pemohon.
6. Petugas Verifikasi menanda-tangani Laporan Verifikasi Hasil Pendaratan Ikan dengan menuangkan hasil analisa dalam kolom catatan.
Berdasarkan Permen 3/PERMEN-KP/2013, pada Pasal 17 : Dalam rangka memastikan penelusuran hasil perikanan yang akan di ekspor ke Uni Eropa, Otoritas Kompeten Lokal dapat melakukan pengecekan asal bahan baku hasil perikanan pada UPI terkait. Pengecekan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan melibatkan Pengawas Perikanan dan petugas yang menangani pengolahan dan pemasaran ikan.
Sumber: MUKHTAR, A.Pi. M.Si Kepala Stasiun PSDKP Belawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar