Rabu, 13 Maret 2013

6 Kapal Pukat Tarik Dua Kembali Diamankan


BELAWAN – Pengusaha kapal perikanan di Sumatera Utara, hingga kini masih mengoperasikan alat tangkap (pukat) ditarik dua kapal. Ini terbukti dengan kembali diamankannya 6 unit kapal bermasalah tersebut oleh petugas Polair dan DKP.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI telah mengeluarkan Permen No : 02/MEN/2011 tentang larangan penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan.
Kepala PSDKP (Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan), Mukhtar APi mengakui, alat tangkap (pukat) ditarik menggunakan dua kapal hingga saat ini memang masih beroperasi di perairan Sumatera Utara. Bahkan sebelumnya, pengawas perikanan telah menangkap 4 unit kapal bermasalah ini disekitar perairan Tanjung Balai, Asahan.
“Selama peraturan menteri itu masih berlaku, maka kita tetap akan melakukan penertiban. Dan sebelumnya empat kapal dengan alat tangkap tarik dua kita amankan dari kawasan perairan Asahan,” kata, Mukhtar APi, pada sumut pos usai menerima kunjungan Komisi B DPRD Medan di aula kantor PPSB, Senin (11/3) kemarin.
Dia menambahkan, sejalan dengan peraturan dimaksud, semua SKPD di Sumatera Utara telah sepakat untuk tidak mengeluarkan izin terhadap alat penangkapan ikan apapun yang pengoperasiannya ditarik atau pukat hela, karena dinilai merusak biota laut dan tidak ramah lingkungan.
Keberadaan kapal pukat tarik dua katanya, selama beberapa tahun terakhir sering dikeluhkan oleh kalangan nelayan tradisional, karena aktivitasnya dianggap sebagai penyebab berkurangnya populasi ikan di zona tangkapan nelayan tradisional. Untuk mencegah kemungkinan terjadinya konflik antar nelayan, diharapkan para pemilik kapal segera menghentikan aktivitas tersebut.
Terpisah, penangkapan kapal pukat tarik dua juga dilakukan petugas Direktorat Kepolisian Perairan Polda Sumut dikawasan Perairan Langkat. Kedua kapal berikut alat tangkap dan awak kapalnya hingga kemarin masih menjalani serangkaian pemeriksaan penyidik di Mako Dirpolairdasu di Belawan.
Direktur Polair Polda Sumut, Kombes Pol Ario Gatut ketika dikonfirmasi membenarkan adanya penangkapan kapal ikan bermasalah tersebut.”Ada kita amankan, saat ini masih dalam proses pemeriksaan dipenyidik,” sebut, Ario.
DKP Pusat Tangkap Dua Kapal Malaysia Penjarah Ikan Sementara itu, dua kapal ikan berbendera Malaysia, Senin (11/3) kemarin, ditangkap petugas patroli Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI Jakarta.
Kedua kapal dimaksud diamankan atas sangkaan melakukan penjarahan ikan disekitar perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sebelah barat Sumatera. Guna menjalani proses hukum, dua kapal dengan nomor lambung PKFB 1597 dan KHF 1957 rencananya akan diserahkan ke penyidik PSDKP Stasiun Belawan.
Informasi diperoleh Sumut Pos, penangkapan dua unit kapal asing pencuri ikan di laut Indonesia itu ditangkap, ketika petugas kapal patroli DKP tengah melakukan pengawasan disekitar perairan dimaksud.

Rabu, 06 Maret 2013

Nelayan Sumut Jual Ikan di Tengah Laut

Transaksi jual beli ikan di tengah laut dan ekspor ikan ilegal, ditengarai ikut memengaruhi anjloknya volume ekspor ikan asal Sumatera Utara.
Meski sudah diawasi ketat, tak jarang aksi ilegal ini luput dari pantauan pihak berwenang. Kabid Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Sumut Matius Bangun mengungkapkan, nelayan sering tidak melempar hasil tangkapannya ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
Nelayan juga kerap memindahkan hasil lautnya, termasuk melakukan transaksi di tengah laut untuk menghindari pantauan petugas.
Rata-rata produksi nelayan di laut mencapai 400 ribu ton per tahun. Sekitar 60 ribu di antaranya diekspor ke beberapa negara, seperti Jepang dan Amerika Serikat.
Tapi, Matius mengakui, produksi ikan sebenarnya jauh lebih banyak lagi yang tidak terdata, yang juga berpotensi merugikan pemasukan ke kas pendapatan daerah, yang mencapai miliaran Rupiah.
"Banyak yang tidak datang ke TPI tapi langsung dijual di tengah laut, dan tidak terdata aktivitasnya. Ini jelas merugikan bagi Sumut dan juga negara," katanya, Kamis (7/2/2013).
Modus transaksi jual-beli ikan di tengah laut, biasanya dilakukan dengan kapal-kapal pengumpul ikan dari luar daerah. Setelah terkumpul, kemudian dibawa ke negara tetangga seperti Malaysia dan sekitarnya.
Matius mengakui, pihaknya sudah cukup maksimal melakukan pengawasan. Termasuk menarik semua kapal ikan gandeng pukat dan sejenisnya, dipastikan tidak boleh beroperasi lagi.
"Namun, kewenangan perairan kan wilayah Polairud (Polisi Air dan Udara). Secara infrastruktur, kami terbatas untuk bidang pengawasan. Kapal patroli milik kami kan juga terbatas," tuturnya.
Dari data Belawan International  Container Terminal (BICT), rata-rata ekspor ikan dari Sumut hanya berkisar 2.000 ton per bulan. Total dari Januari hingga Desember 2012 mencapai 33.953 ton. Jauh dari rata-rata produksi ikan yang seharusnya diekspor per tahun.
"Di semester awal saja yang sempat cukup naik mencapai 3.000-an ton per bulan. Setelahnya sudah mulai menurun lagi. Bahkan sempat berada di bawah 2.000 ton per bulan," papar Humas BICT Suratman.